Minggu, 08 Mei 2016

    KONON SALAH SATU TERTUA, KLENTENG HIAN THIAN SIANG TEE (KLENTENG WELAHAN)

                       Warna merah yang mencolok mata, bentuk bangunan setengah lingkaran  menyerupai rumah adat minangkabau dan di dalam ruangan terapat lilin serta memiliki relief naga adalah beberapa ciri khas klenteng pada umumnya. Hal ini juga terdapat pada Klenteng Hian Thiang Siang Tee atau yang sering disebut oleh warga sekitar dengan nama Klenteng Welahan, karena terdapat di Desa Welahan Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara. Kurang lebih berjarak 24 km kearah selatan dari Kota Jepara Klenteng Welahan ini berdiri. Berdekatan dengan Kabupaten Demak dan berada dipusat perekonomian, yaitu daerah Pecinan Welahan samping Pasar Welahan.
                Tidak semegah Klenteng Sam Poo Kong dengan altar yang besar, ramai dikunjungi wisatawan, dan tersohor di Indonesia, Klenteng Welahan yang hanya seperempat bagian dari luas Klenteng Sam Poo Kong ini didirikan sekitar tahun 1600-an. Sejarah Klenteng Welahan dimulai pada tahun 1830 dimana Gubernuer Jendral Belanda yaitu Johanes Graaf Van Bosh berkuasa di Indonesia, datanglah seorang Tionghoa bernama Tan Siang Boe. Kepergian ke Indonesia bukan menacari kitab suci bagaikan Biksu Tong dalam perjalanannya bersama Kera Sakti tapi untuk mencari kakaknya yang bernama Tan Siang Djie. Sewaktu berangkat dari Tiongkok bersama satu perahu dengan seorang Tasugagu (pendeta) dimana Tasu tersebut telah bersemedi di pertapaan dari paduka Kaisar Hian Thian Siang Tee. Tasu tersebut mengalami jatuh sakit, dengan rasa kesetiakawanan Tan Siang Boe menolong dengan beberapa ramuan yang dibawanya.
                Sang Tasu mendarat di Singapura, sebelum kepergiannya untuk mengucapkan terimakasih kepada Tan Siang Boe atas pertolongannya, Tasu tersebut memberikan benda-benda kuno yaitu sehelai Sien Tjang “kertas halus” bergambar Paduka atau Kaisar Hian Thian Siang Tee, Sebilah Po Kiam “pedang Tiongkok”, satu Hio Lauw “tempat abu” dan satu jilid Tjioe Hwat “buku pengobatan dan buku ramalan”. Setelah sesampainya di Jepara tepatnya di Welahan di rumah Liem Tjoe Tien tempat tinggal Tan Siang Djie, Tan Siang Boe bertemu dengan saudaranya. Benda-benda tersebut selanjutnya disimpan diatas loteng rumah dan rumah itu sampai sekarang dipergunakan untuk tempat menyimpan pusaka kuno “Klenteng” sebagai tempat pemujaan dan dihormati oleh setiap orang Tionghoa yang mempercayainya.
    Berdirinya Klenteng welahan ini terdiri dari dua lokasi yaitu disebelah utara merupakan tempat bersemayam  Dewa Langit (Hian Thian Siang Tee) dan di sebelah selatan bersemayam Dewa Bumi. Klenteng yang memiliki hiasan dua ekor naga dan dua ekor ikan (patung) diatapnya sebagai simbol kemakmuran ini memiliki arca berbentuk kilin dan pada pintu dihiasi dua orang jendral. Didalam ruangan Klenteng dapat dilihat oranamen bunga, Burung Hong dan Kilin. Klenteng juga memiliki ruang depan dengan pembakar uang kertas berbentuk Pagoda. Altar utama berada diruang utama, Lampu dan lilin terus menyala dan tiang pengapit altar berhias ular naga sedang memuntahkan mutiara kedalam altar.
    Klenteng yang berdiri ditengah pemukiman mayoritas beragama Islam ini tidak memiliki acara khusus, selain pergantian lilin yang sudah memeleh menjadi habis. Tak seperti Klenteng lain yang berlomba-lomba bersolek memperantik diri pada perayaan Imlek atau tahun baru masyarkat Tionghoa, tetap seperti biasa saat Imlek tiba kegiatannya hanya bersembahyang yang memang kegiatan sehari-hari dilakukan dan tidak lupa untuk mengganti lilin yang sudah habis. Tetapi terdapat satu hari dimana klenteng ini akan sangat sibuk dan dipadati masyarakat etnis Tionghoa maupun masyarakat setempat. “Mereka ada yang datang sendirian naik motor, namun banyak pula yang datang dengan mobil membawa rombongan keluarga mereka. Selain dari Jepara, Kudus, Semarang mereka juga datang dari kota-kota diseluruh pulau Jawa bahkan ada juga yang datang dari luar Jawa” ujar Suwoto (41) pengurus Klenteng. Hari yang sibuk tersebut berada pada tanggal 3 bulan ketiga kalender China sebagai hari ulang tahun Klenteng Welahan untuk menghormati Hian Thian Siang Tee yang dianggap dewa penguasa cuaca. Perayaan itu masyarakat setempat lebih sering menyebutnya dengan nama Cengbeng.
    Toleransi beragama yang ada dimasyarakat sangat tinggi dengan diperlihatkan oleh masyarakat setempat tanpa adanya gangguan dalam perayaan Cengbeng ini. Mayoritas masyarakat pribumi menikmati pertunjukan yang ada dan dijadikan sebuah hiburan adat. Cengbeng memang terjadi sangat meriah tetapi juga sakral, karena adanya kirab barongsai, tarian naga, ondel-ondel dan reog. Dibilang sakral karena dalam perayaan Cengbeng juga adanya kirab dewa-dewa dengan ditandu mengelilingi daerah sekitar dengan diiringi musik khas Thionghoa. Ini dilakukan agar daerah sekitar Klenteng diberi keberkahan dan kemakmuran. “Sebelum dikirab dewa-dewa kami letakkan ditempat peribadatan dan pengunjung yang melewatinya lalu bersembahyang, kemudian para dewa menerima sesaji,” ucap Suwoto.
    Saat perayaan HUT Klenteng selesai keadaannya kembali seperti sedia kala kembali, hilang sudah hiruk-piruk yang pernah terjadi. Suasana tidak diramaikan lagi oleh Klenteng melaikan dengan suara pedagang dan pembeli yang ada dipasar karena pasar Welahan berdampingan dengan Klenteng. Hal lain yang dilakukan oleh pengunjung yang datang ke Klenteng selain bersembahyang yaitu meminta ramuan obat untuk penyembuhan. Bukan hanya dari etnis Tionghoa saja melaikan masyarakat pribumi yang bergama Islam maupun Kristen juga ada yang berdatangan untuk meminta ramuan pengobatan. “Orang yang berdatangan kesini (Klenteng) tidak hanya bersembahyang saja namun ada juga meminta petunjuk, seperti beberapa waktu lalu petani semangka dari Bungo Demak datang kesini (Klenteng) mohon petunjuk untuk hari baik tanam semangka, beberapa waktu kemudian mereka datang lagi dan membawa semangka besar-besar yang katanya hasil panen mereka”, kata Suwoto dua puluh tahun lebih mengurus Klenteng Welahan. Keberadaan Klenteng juga digunakan untuk memohon jodoh, maju dalam usaha dan ramalan nasib.
                  Terdapat beberapa versi tentang sejarah Klenteng Hian Thian Siang Tee, tetapi dari semua versi mengacu kepada cerita Tan Siang Boe. Kepastian cerita Klenteng ini belum ada yang meneliti secara mendalam. Akan tetapi, keterangan satu-satunya pusaka Tiongkok pertama kali di Indonesia adalah yang dibawa oleh Tan Siang Boe yang tersimpan di Welahan. Ada perkataan bahwa Keberadaan Klenteng Welahan ini tertua di Indonesia karena alasan pusakanya dan ada juga yang beranggapan Klenteng ini tertua dikarenakan Klenteng Dewa langit pertama di Indonesia. Sebagai generasi selanjutnya diharapkan tetap menjaga dan merawat  keberadaan situs budaya yang ada tidak hanya untuk menikmatinya saja.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar